My name

Rabu, 24 Agustus 2011

Menipu Tuhan

Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu
mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.
Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu
menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika
ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang
sama. Orang pertama mulai bertanya, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau
orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang pertama.
"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.
Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.
Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih
utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan
dosa-dosa kecil?"
"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang kedua.



"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan
dari Tuhan." kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban
Abu Nawas.
Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih
utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan
dosa-dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang ketiga.
"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa
hamba itu." jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas.
Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.
Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya.
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang
berbeda?"


"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan
hati."
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat
bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya
menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.
"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang
melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia
berpengetahuan." jawab Abu Nawas.
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap
mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi
orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan
dengan KeMaha-Besaran Allah."
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa
menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.


"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas
"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta murid Abu Nawas
"Doa itu adalah : llahi lastu HI firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli
taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.
Sedangkan arti doa itu adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi
penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh
sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya
Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.

Kamis, 18 Agustus 2011

Pulau Hantu

Tersebutlah dua orang jagoan yang selalu ingin menunjukkan dirinya lebih jago dari yang lain. Pada suatu hari, mereka bertemu di perairan sebelah selatan Singapura. 
Tanpa ba atau bu, mereka langsung saling menyerang. Mereka bertarung lama sekali hingga tubuh mereka bersimbah darah. Karena sama-sama kuat, tak ada tanda-tanda siapa yang akan kalah. 
Jin Laut tidak suka dengan pertarungan itu karena darah mereka mengotori laut. Jin Laut lalu menjungkirbalikkan perahu mereka. Maksudnya agar mereka berhenti bertarung. Ternyata, mereka tetap bertarung. Dengan kesaktiannya masing-masing, mereka bertarung di atas air. 
“Hei, aku perintahkan kalian berhenti beratarung! Ini wilayah kekuasaanku. Kalau tidak…” 
Bukannya berhenti, kedua jagoan itu malah bertempur lebih seru. Dengan isyarat tangan, mereka bahkan seperti mengejek Jin Laut. 
Jin Laut marah. Dia menyemburkan air ke wajah kedua jagoan itu sehingga pandangan mereka terhalang. Karena tak dapat melihat dengan jelas, kedua jagoan itu bertempur secara membabi-buta. Mereka mengayunkan pedang ke sana-kemari sekehendajk hati sampai akhirnya bersarang di tubuh lawan masing-masing. Kedua jagoan itu pun menemui ajalnya. 
Para dewa di kayangan mura karena Jin Laut turut campur urusan manusia. Mereka memperingatkan Jin Laut untuk tidak lagi ikut campur urusan manusia. Jin Laut mengaku salah dan mencoba menebus dosa dengan membuatkan tempat khusus agar roh kedua jagoan itu dapat bersemayam dengan tenang. Jin Laut menyulap sampan yang ditumpangi kedua jagoan itu menjadi pulau tempat bersemayam roh mereka. Orang-orang kemudian menyebut pulau itu sebagai Pulau Hantu. 

Kamis, 28 Juli 2011

banyak tingkah

banyak tingkah nian jadi manusio, bepikir dewasa dikit apo ? kau pikir cak itu bagus ?